Masjid Jami’ Al-Atiiq adalah salah satu masjid yang
terdapat di Kota Salatiga. Masjid Jami merupakan masjid pertama dan terbesar
yang terdapat di Kota Salatiga. Nama ‘Jami’ untuk masjid ini memiliki arti
‘jamaah’, jadi masjid Jami ini merupakan masjid untuk jamaah. Masjid Jami berdiri pada wilayah Kauman,
tepatnya di Jl. KH. Wahid Hasyim 2 Salatiga. Masjid jami memiliki lahan yang
cukup luas, yaitu ± 50×40 m2.
Masjid Jami dibangun pada tahun 1835 oleh K.
Ronostriko. Beliau adalah salah satu prajurit diponegoro yang melarikan
diri. Beliau melarikan diri pada saat
perang dipenogoro telah usai (1925-1930). Pada saat itu terjadi beberapa
penolakan dari masyarakat sekitar, hal ini dikarenakan kepercayaan animisme
yang dianut oleh masyarakat. Namun, K. Ronostriko tetap melanjutkan proses
pembangunan masjid jami ini. Dengan bantuan dana yang berasal dari swadaya
pemerintah sebesat ± 5 juta dan sisanya berasal dari kotak amal jumatan,
memperlancar proses pembangunan masjid
Jami.
Saat ini, masjid Jami masih aktif digunakan sebagai
tempat ibadah umat islam. Masjid ini diurus oleh Bpk. Hj. Rinto Wiguna, beliau
merupakan narasumber yang saya wawancarai. Bpk. Hj. Rinto tinggal sendiri di
rumah kecil yang berada tepat di samping kanan masjid. Sampai saat ini, usia Bpk. Hj. Rinto sudah
menginjak angka 81. Namun, dengan usia yang semakin tua, tidak mengurangi
ketelatenan Bpk. Hj. Rinto dalam menjaga tempat ibadah ini.
Terdapat banyak kegiatan yang rutin dilakukan pada
masjid Jami, diantaranya pengajian dan TPQ. Kegiatan pengajian dilakukan mulai
pukul 7 malam dengan membaca surat tahlil, setelah itu pada pukul 8-9 malam
barulah pengajian dimulai. Kegiatan pengajian ini pada umumnya dilakukan oleh
jamaah yang berasal dari masyarakat sekitar yang mayoritas ibu-ibu. Tujuan dari
dilakukannya kegiatan ini adalah untuk pembinaan mental.
Selain pengajian, masjid Jami juga memiliki kegiatan
rutin yang dinamakan TPQ. TPQ merupakan singkatan dari Taman Pendidikan Qur’an.
Kegiatan TPQ dilakukan setiap hari kecuali hari jumat. Kegiatan TPQ biasanya di
ikuti oleh anak-anak yang berada di bawah kelas 1 SD. Disini, anak-anak
diajarkan untuk dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan lancar. Para pengajar
sendiri merupakan para remaja masjid Jami.
Masjid Jami merupakan masjid yang besar. Terdapat
banyak kegiatan yang dilakukan di dalam masjid ini. Kegiatan tersebut tentunya
memakan biaya yang cukup besar pula. Seperti penggunaan air untuk wudhu,
listrik untuk mengumandangkan 5 adzan dalam sehari, dan biaya kebersihan
masjid. Oleh karena itu, Masjid Jami menyediakan kotak amal. Kotak amal inilah
yang menjadi sumber dana masjid untuk membayar beban-beban pada setiap
bulannya.
Masjid Jami rutin melakukan kegiatan sosial.
Kegiatan sosial biasanya dilakukan pada saat hari perayaan umat muslim,
contohnya idul adha. Pada perayaan Idul Adha ini seluruh umat muslim yang
tergolong mampu diwajibkan untuk berqurban. Berqurban yang dimaksud adalah
mempersembahkan daging ke masjid. Tidak semua daging dapat diqurbankan, daging
yang dapat diqurbankan adalah daging kambing, kerbau, dan lembu. Daging qurban
tersebut kemudian dikumpulkan di masjid yang selanjutnya akan dibagikan kepada
masyarakat kurang mampu.
Kegiatan sosial masjid Jami tidak hanya dilakukan
pada saat perayaan idul adha saja. Masjid Jami juga melakukan kegiatan sosial
pada saat menjelang hari raya Idul Fitri. Pada saat itulah umat muslim
memberikan sumbangan zakat fitrah. Zakat fitrah dapat berupa beras atau uang.
Takaran beras untuk satu orang adalah 2,5 kg atau uang tunai seharga dengan 2,5
kg beras. Zakat fitrah ini wajib dilakukan oleh seluruh umat muslim, tidak
terkecuali bayi yang baru lahir. Zakat fitrah ini dilakukan untuk menyucikan
diri dalam menjelang hari raya Idul Fitri.